The X Files

Senin, 16 Juni 2008

PENERAPAN AKUNTANSI SOSIAL DALAM LAPORAN KEUANGAN KONVENSIONAL

Perusahan secara langsung maupun tidak langsung harus berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Oleh karena sumber-sumber ekonomi yang digunakan berasal dari masyarakat, perusahaan harus melaporkan hasil yang telah dicapai dari penggunaan sumber-sumber ekonomi tersebut.



Perusahan secara langsung maupun tidak langsung harus berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Oleh karena sumber-sumber ekonomi yang digunakan berasal dari masyarakat, perusahaan harus melaporkan hasil yang telah dicapai dari penggunaan sumber-sumber ekonomi tersebut. Aspek positif dari penggunaan sumber-sumber ekonomi, dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, atau yang disebut sebagai social benefit. Sementara itu, aspek negatifnya, dapat mengurangi kesejahteraan masyarakat atau yang disebut sebagai social cost. Oleh karena itu, masyarakat menuntut perusahaan untuk mempertimbangkan dan mempertanggung-jawabkan masalah-masalah lingkungan dan kemanusiaan dalam setiap operasinya.
Menurut Ramanathan (1976), tujuan perusahaan semata-mata tidak hanya terbatas pada terciptanya laba yang maksimum, melainkan juga mempunyai tanggung jawab terhadap keadaan sosial ekonomi masyarakat seluruhnya, terutama perusahaan-perusahaan milik negara tidak lepas dari tanggung jawab sosial pada masyarakat. Anggapan inilah yang mendorong terciptanya apa yang disebut akuntansi pertanggung jawaban sosial. Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan muncul dari visi manajemen perusahaan, karena visi manajemen perusahaan kedepan mengharuskan adanya pengungkapan informasi tambahan dalam laporan keuangan perusahaan. Tanggung jawab sosial merupakan sesuatu yang berujud kesadaran untuk mengembalikan sebagian manfaat yang diperoleh BUMN kepada masyarakat.
Dalam teori badan usaha, korporasi merupakan suatu institusi sosial yang beroperasi untuk memberi manfaat bagi berbagai kelompok yang berkepentingan. Dalam bentuknya yang paling luas, selain pemegang saham dan kreditur, kelompok ini meliputi karyawan, pelanggan (customers), pemerintah sebagai suatu otoritas perpajakan dan sebagai suatu instansi yang berwenang, dan masyarakat umum. Jadi bentuk luas teori badan usaha bisa dianggap sebagai teori akuntansi sosial (Hendriksen, 1982.hal 158). Konsep laba yang relevan dalam konsep pertanggungjawaban sosial yang luas mengenai badan usaha adalah konsep pertambahan nilai (value added concept).
Dalam kebanyakan pelaporan sosial, akuntansi sepertinya belum menghasilkan pengukuran yang tepat (valid) pada akibat sosial. Menurut Bambang Sudibyo (1988) hal ini disebabkan: pertama, pertanggungjawaban kepada publik hendaknya secara sadar diintegrasikan dengan pertanggungjawaban kepada kreditur dan investor. Kedua, adanya perbedaan pertanggungjawaban yang berwawasan mikro dan makro. Ketiga pertanggungjawaban kepada kreditur dan investor mengambil sudut pandang pemilik perusahaan, sedangkan yang kepada publik mengambil sudut pandang kepentingan umum.
Pada mulanya perusahaan mempunyai tujuan memperoleh laba (pendapatan). Hal ini dapat diwujudkan melalui laporan pertanggungjawaban yang disusun oleh pimpinan perusahaan, yang berkisar kepada hasil usaha perusahaan menyangkut efisiensi dan efektifitas usaha selama periode yang lewat. Pada saat ini di negara-negara yang maju timbul anggapan, bahwa tujuan perusahaan tidak semata-mata terbatas pada tercapainya laba yang maksimum, melainkan bahwa perusahaan-perusahaan besar mempunyai tanggung-jawab terhadap keadaan sosial-ekonomi masyarakat seluruhnya.
Menurut Ramanathan (1976), Akuntansi sosial adalah proses seleksi variabel kinerja sosial perusahaan, pengukuran yang dilaksanakan secara sistematis untuk mengembangkan informasi yang berguna bagi evaluasi kinerja sosial perusahaan, dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada kelompok sosial yang bersangkutan di dalam dan di luar perusahaan. Tujuan akuntansi sosial adalah :
1. Mengidentifikasi dan mengukur kontribusi sosial bersih periodik suatu perusahaan, yang memasukkan tidah hanya biaya dan manfaat internal perusahaan, tetapi juga manfaat dan biaya yang timbul dari luar lingkungan perusahaan.
2. Menentukan apakah tindakan dan strategi perusahaan secara individual berpengaruh langsung terhadap sumber daya dan status kemampuan yang relatif, dari individu, komunitas, segmen sosial, dan generasi.
3. Membuat tersedianya unsur-unsur pokok sosial; informasi relevan tentang tujuan perusahaan, program, kinerja, dan kontribusi perusahaan pada tujuan sosial secara optimal.
Adapun pengertian akuntansi sosial menurut Gray (1987) yang dikutip oleh Woodward (1997) dalam tulisannya, adalah sebagai berikut :
Social Accounting – can have two meaning. The first mean the presentation of financial information on the costs and benefits of an organisation’s social activities. The second, less common, meaning is of the regular presentation of a formal social report by the accountable organisation.

Dari kutipan tersebut, Gray memiliki dua pengertian akuntansi sosial. Pertama, penyajian informasi keuangan tentang biaya dan manfaat dari aktivitas sosial perusahaan. Kedua, penyajian laporan sosial secara formal sebagai pertanggung jawaban perusahaan.
Sedangkan Belkoui (1993) menafsirkan akuntansi sosial sebagai Ilmu Socio Economic Accounting (SEA). SEA merupakan ilmu akuntansi yang berfungsi dan mencoba mengidentifikasi, mengukur, menilai, melaporkan aspek-aspek social benefit dan social cost yang ditimbulkan oleh lembaga. Pengukuran ini pada akhirnya akan diupayakan sebagai informasi, yang dijadikan dasar dalam proses pengambilan keputusan untuk meningkatkan peran lembaga baik perusahaan atau yang lain, serta untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan.
Selanjutnya Belkuoi (1993:434), mengatakan bahwa Socio Economic Accounting (SEA) timbul dari penerapan akuntansi dalam ilmu sosial, yang menyangkut pengaturan, pengukuran, analisis dan pengungkapan pengaruh ekonomi dan sosial dari kegiatan pemerintah dan perusahaan. Hal ini termasuk kegiatan yang bersifat mikro dan makro. Pada tingkat makro bertujuan untuk mangukur dan mengungkapkan kegiatan ekonomi dan sosial negara mencakup social accounting dan reporting, peranan akuntansi dalam pembangunan ekonomi. Pada tingkat mikro bertujuan untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup : financial dan managerial social accounting serta social auditing.
Akuntansi sosial sering juga disebut Macro Socio Economic Accounting (Sofyan Syafri, 1993:186), karena pada akuntansi sosial, diungkapkan bagaimana efisiensi suatu sistem ekonomi berfungsi dan memberikan data periodik yang menyangkut indikasi posisi suatu negara menyangkut ukuran eksternalities itu. Dalam kaitannya dengan sistem ekonomi, SEA ini sangat diperlukan dalam suatu sistem ekonomi yang bercirikan sintese dari sistem ekonomi antara social economy dan institusional economy. Social economy mempunyai komitmen yang dalam terhadap kesejahteraan manusia dan keadilan, sedangkan institusionalist mempunyai komitmen yang besar terhadap pragmatisme dalam menganalisis sosial ekonomi masyarakat.
Kelebihan Akuntansi Sosial
1. Trotman (1979) yang dikutip oleh M. Yusuf (1989) berpendapat bahwa dengan adanya pelaporan akuntansi sosial, mampu memperbesar penerimaan atas produk dan,
2. Menghindarkan/mengantisipasi seperti pemogokan dan pemboikotan.
3. Dimungkinkan menjadi pendongkrak nilai saham.
4. Memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang sumber-sumber ekonomi yang digunakan oleh perusahaan.
5. Untuk mengetahui seberapa jauh kepedulian perusahaan terhadap aktivitas sosial.

Kelemahan Akuntansi Sosial
1. Belum adanya pengungkapan dan pengukuran yang tepat pada akuntansi sosial (Bambang Sudibyo, 1989) hal ini karena :
a. Pertanggungjawaban kepada publik hendaknya tidak dicampur adukkan, maupun secara sadar diintegrasikan dengan pertanggungjawaban kepada kreditur dan investor.
b. Pertanggungjawaban kepada kreditur dan investor berwawasan mikro, sedangkan yang kepada publik berwawasan makro.
c. Pertanggungjawaban kepada kreditur dan investor mengambil sudut pandang pemilik atau perusahaan, sedangkan yang kepada publik mengambil sudut pandang kepentingan umum, atau masyarakat.
2. Tidak adanya suatu kriteria mengenai tingkat kinerja akuntansi sosial perusahaan. Hal ini disebabkan :
a. Perusahaan mempunyai lebih dari satu pengaruh sosial dalam kegiatan-kegiatannya, sehingga kemungkinan tidak praktis untuk menggunakan satu sistem pengukuran yang berlaku untuk semua pengaruh sosial tersebut.
b. Tidak ada sistem pengukuran yang dapat memecahkan pertentangan kemungkinan yang timbul akibat suatu pengaruh kegiatan perusahaan.
c. Untuk satu aspek umum kinerja sosial mungkin terdapat sejumlah ukuran alternatif yang dapat dijadikan pertimbangan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengungkapan sosial (social disclosure) :
Pertama, peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah, baik proses legalisasinya melalui parlemen ataupun dalam bentuk peraturan yang ditetapkan pemerintah, merupakan suatu hal yang sifatnya memaksa karena itu, perusahaan mau tidak mau harus mau mengikutinya.
Kedua, penerapan standar. Penerapan standar pelaporan dan pengungkapan khususnya di bidang informasi mengenai tanggung jawab sosial perusahaan oleh berbagai badan pembuat standar akuntansi di berbagai negara telah meningkatkan social disclosure perusahaan
Ketiga, tekanan interest group. Persatuan dagang dan juga serikat pekerja merupakan salah satu contoh interest group yang cukup banyak memberikan tekanan terhadap perusahaan agar mengeluarkan social responsibility disclosure.
Keempat, kesadaran perusahaan. Faktor terakhir ini, tetapi tidak berarti tidak penting, berdasarkan perspektif ekonomi-politik perusahaan akan bersikap proaktif untuk pandangannya mengenai konstituen sosial dan politik. Dengan demikian, perusahaan mengharapkan akan memperoleh image positif dari masyarakat.
Menurut Glautier dan Louis Roy (1986), ada 3 (tiga) pendekatan untuk konsep pertanggungjawaban sosial perusahaan yang mungkin berbeda :
a. Teori ekonomi klasik; bahwa perusahaan hanya mempunyai satu tujuan, dimana untuk keuntungan maksimal dan untuk memaksimalkan kesehatan pemegang saham. Pendekatan ini, merefleksikan teori ekonomi radikal dalam bentuk teori semata-mata. Hal ini ditemukan dalam suatu model ekonomi yang tidak menerima bahwa laba-pemaksimalan perusahaan akan menjadi kebutuhan dengan segala perilaku sosial yang tidak esensial untuk hal ini (AICPA, 1973).
b. Menandakan pada tujuan sosial perusahaan sebagai desakan pada pemaksimalan profit. Oleh karena itu, manajer bisnis harus dipusatkan dengan seksi alternatif dalam hal memuaskan tingkat keuntungan atau laba yang sesuai dengan tujuan sosial dengan jalan memelihara hubungan yang wajar antara pemegang saham perusahaan. Pendekatan ini berada diantara dua pandangan ekstrem (pendekatan teori ekonomi klasik dengan pendekatan radikal), yaitu bahwa pendekatan kedua mengakui pentingnya tujuan sosial dan pilihan-pilihan.
c. Lebih radikal dan tidak mencoba laba sebagai akhir pada tujuan sosial. Hal ini diasumsikan bahwa kondisi ekonomi paling utama ditentukan oleh kekuatan pasar, oleh karena itu, mereka harus menghasilkan dari perencanaan aktivitas, dimana kebutuhan salah satu dan semuanya diterima untuk dihitung dan perusahaan hanya seorang agen untuk merealisasi penentuan perencanaan pusat. Pendekatan ini terpusat pada masyarakat dan mengasumsikan suatu organisasi yang dipusatkan pada ekonomi. Dalam pendekatan ini, manajer bisnis tidak bertanggungjawab untuk membuat pilihan sosial: tanggung jawab mereka hanya untuk pelaksanaan keputusan yang dibuat oleh pemimpin politik.
Akuntansi sosial difokuskan pada aspek sosial atau dampak (externalities) dari kegiatan pemerintah maupun perusahaan yang justru menimbulkan penyakit sosial seperti kerusakan ekosistem, polusi, kriminal, monopoli, keterbelakangan desa, meningkatnya utang, diskriminasi, kemiskinan, dan lain-lain. Hal ini sangat disadari dan diperhatikan sekarang khususnya oleh gerakan Lembaga Swadaya Masyarakat.
Dengan jumlah penduduk yang kurang lebih 200 juta jiwa dan kesejahteraan karyawan yang relatif rendah, Indonesia sesungguhnya memerlukan lingkungan hidup yang bebas dari pencemaran lingkungan, paling tidak yang disebabkan kiprah beberapa perusahaan besar yang kurang bertanggung jawab, disamping informasi tentang kesejahteraan karyawan. Gundulnya hutan serta tercemarnya air minum dan pantai, dan kesempatan kerja yang sangat sempit dan tak seimbang, tidak pernah menimbulkan protes masyarakat. Hal itu terjadi karena masyarakat tidak tahu betapa besar kerugian yang mereka tanggung. Mungkin mereka tidak sadar akan masalah besar ini dan tidak dididik untuk sadar.
Beberapa iklim bisnis di Indonesia yang tidak sesuai dengan syarat perkembangan akuntansi, misalnya jika pada perusahaan pemerintah (PLN, Perusahaan Telepon, Perusahaan Kereta Api, dll) mendapat dana dari masyarakat dan diatur oleh undang-undang, sehingga pengoperasiannya sering diambil alih oleh pemerintah. Pada beberapa Perseroan Terbatas yang didirikan tidak untuk mendapatkan dana dari masyarakat luas dan tidak diatur oleh undang-undang, maka pemerintah tidak bisa mengambil alih secara langsung jalannya operasional perusahaan. Hal ini akan menghambat penerapan akuntansi sosial, bahkan juga akuntansi keuangan (Jusuf Wibisana, 1989). Kurangnya pemahaman aparat manajemen perusahaan akan akuntansi sosial, dan biaya penyiapan laporan tanggung jawab sosial yang relatif besar, serta tidak adanya tuntutan dari masyarakat adalah faktor lain yang bisa menunda penerapan akuntansi sosial di negara kita tercinta.
Dari analisis penerapan akuntansi sosial terhadap laporan keuangan konvensional, dapatlah dikemukakan beberapa saran yang dapat diajukan :
1. Ditengah perkembangan bisnis dan ekonomi saat ini, BUMN harus tetap konsisten dengan misinya tidak hanya sebagai organisasi profit namun juga sebagai agen pembangunan. Suatu bentuk informasi yang dapat digunakan sebagai indikator pelaksanaan BUMN sebagai agen pembangunan adalah akuntansi sosial. Untuk itu BUMN seharusnya sudah mulai merintis penggunaan akuntansi sosial sesuai dengan metode kriteria yang ideal.
2. Sebagai satu-satunya lembaga profesi yang mengatur pengembangan akuntansi di Indonesia, IAI sudah saatnya mulai merintis pengaturan tentang penerapan akuntansi sosial dalam laporan keuangan di Indonesia. Penerapan akuntansi sosial tidak hanya pada perusahaan BUMN, namun juga dapat diterapkan pada perusahaan-perusahaan lain, mengingat fungsinya juga dapat digunakan untuk menentukan kinerja perusahaan.
3. Dalam menerapkan akuntansi sosial sebagai pelengkap laporan keuangan, perlu adanya analisa lebih dalam terhadap pengukuran kinerja yang dihasilkan, sehingga tujuan diterapkannya akuntansi sosial yang ada juga tetap tidak melupakan tujuan untuk mencapai laba perusahaan.


Baca selanjutnya...!

Penelitian keperilakuan saat ini masih sedang dalam masa-masa pengembangan.

Baca selanjutnya...!

Web Counter
Free Counter
Powered by TagBoard Message Board
Name

URL or Email

Messages(smilies)